Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

KAI Tegas Tolak Gerbong Merokok: Kereta Api Harus Bebas Asap Rokok

22 Agustus 2025 | 10:44 WIB Last Updated 2025-08-23T07:02:14Z

Foto: Penumpang berada di dalam gerbong kereta Panoramic di Stasiun Gambir, Jakarta, Selasa (27/12/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Mengapa KAI Harus Tegas Menolak Usulan Gerbong Merokok


Pada saat munculnya usulan kontroversial agar PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyediakan “gerbong khusus merokok”, respons tegas KAI untuk menjaga kereta sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) bukan semata pilihan, melainkan keputusan berdasar prinsip keamanan, kesehatan publik, dan regulasi. Berikut adalah tinjauan mendalam yang didukung oleh data ilmiah terkini.


1. Bahaya Second-Hand Smoke (SHS) di Ruang Tertutup


Second-hand smoke (SHS) merupakan campuran bahaya dari asap rokok yang dihembuskan oleh perokok dan asap yang dilepaskan langsung dari puntung rokok. WHO dan lembaga kesehatan terkemuka menyepakati SHS tidak memiliki ambang aman — setiap paparan tetap berbahaya. (Wikipedia - Passive Smoking)


Secara epidemiologis, paparan SHS dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru sebesar sekitar 20–30 % pada non-perokok. Risiko penyakit jantung koroner bahkan meningkat sebesar 25–30 %. (Wikipedia - Smoking Ban)


Anak-anak sangat rentan terhadap bahaya ini—SHS dapat memperburuk asma, infeksi saluran pernapasan bawah, bahkan risiko kematian mendadak pada bayi (SIDS). (Wikipedia - Passive Smoking)


Paparan Singkat, Dampak Langsung


Sebuah studi eksperimen menunjukkan bahwa paparan SHS selama hanya 30 menit dalam ruang tertutup dapat menyebabkan disfungsi endotelium vaskular—indikator awal penyakit kardiovaskular—pada orang sehat. (National Academies Report)


2. Ancaman Third-Hand Smoke (THS): Residual yang Persisten


Third-hand smoke (THS) adalah residu kimia dari asap rokok (seperti nikotin, formaldehida, nitrosamin, dan lain-lain) yang menempel pada permukaan dan partikel debu di dalam ruangan.


THS bersifat tahan lama—menempel di karpet, kain, dinding, furnitur—dan sulit dihilangkan dengan ventilasi biasa atau pembersihan standar. (Mayo Clinic - Third-hand Smoke, Wikipedia - Third-hand Smoke)


Pada studi 2022, para peneliti menyimpulkan bahwa “pendekatan paling efektif untuk melindungi non-perokok dari SHS maupun THS adalah menghapus seluruh bentuk merokok di dalam ruangan.” (Public Health Toxicology Journal)


Penelitian lain menunjukkan paparan THS bahkan memicu marker peradangan dan stres oksidatif dalam tubuh—menyebabkan kerusakan DNA, perubahan metabolisme, dan potensi resistensi insulin. Studi pada tikus menunjukkan efek ini dapat muncul dalam hanya empat minggu paparan pada level yang mirip rumah perokok. (Wikipedia - Third-hand Smoke)


3. Lingkungan Tertutup: Ventilasi Tidak Cukup


Kereta adalah ruang tertutup dengan ventilasi terbatas. Dalam konteks ini, sistem sirkulasi dan ventilasi biasanya tidak dirancang untuk mengeluarkan kontaminan berbahaya semacam asap rokok secara efektif.


Studi tentang ruang tertutup seperti kabin mobil menunjukkan bahwa meski ada ventilasi, konsentrasi partikel halus (PM) dari rokok tetap tinggi. (Nature - Air Quality Study)


Secara umum, kualitas udara dalam ruangan sangat penting untuk kesehatan — WHO mengaitkan polusi udara dalam ruangan dengan jutaan kematian dini setiap tahun. (Wikipedia - Indoor Air Quality)


4. Mengapa KAI Tepat Mempertahankan Kebijakan KTR


  • Kenyamanan dan keselamatan mayoritas penumpang: SHS dan THS membahayakan non-perokok—kebijakan KTR menjamin hak mereka atas udara bersih.
  • Larangan legal: Kereta termasuk ruang publik tertutup—penyediaan area merokok bertentangan dengan regulasi nasional dan kebijakan Kemenhub.
  • Ragam risiko kesehatan: Dari kanker hingga gangguan kardiovaskular dan pernapasan—risiko ini nyata dan terbukti secara ilmiah.
  • Kebersihan jangka panjang: THS mencemari bahan interior dan sulit dihilangkan—KTR membantu menjaga kualitas dan reputasi layanan KAI.

5. Rekomendasi Didukung Data Ilmiah

  1. Pertahankan dan perkuat kebijakan KTR: Pasang tanda jelas, lakukan pengumuman berkala, dan beri sanksi tegas pelanggaran.
  2. Tingkatkan edukasi publik: Kampanye tentang bahaya SHS dan THS, serta pentingnya udara bersih di kereta.
  3. Perbaiki ventilasi operasional: Meski tidak menggantikan larangan merokok, optimalkan sistem sirkulasi udara untuk penumpang.
  4. Kolaborasi lintas sektor: Bersinergi dengan Kemenhub, kesehatan masyarakat, dan komunitas konsumen (misalnya YLKI) untuk meneruskan edukasi dan kepatuhan KTR.


Kesimpulan

Pengalaman ilmiah dan epidemiologis menunjukkan: tidak ada paparan rokok, baik second-hand maupun third-hand, yang benar-benar aman, terutama di ruang tertutup seperti kereta. KAI, dengan sikap tegas mempertahankan kereta sebagai Kawasan Tanpa Rokok, tidak hanya melindungi kesehatan publik, tetapi juga menjalankan tanggung jawab sosial dan hukum. Kebijakan ini sepenuhnya layak didukung dan dikembangkan lebih lanjut untuk menjaga kualitas layanan dan keselamatan seluruh penumpang.