Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Marketplace Sepi? Mungkin Kamu Terjebak di Era Pasca-Pandemi!

05 Agustus 2025 | 12:59 WIB Last Updated 2025-08-23T07:03:21Z
Ilustrasi.

Saat pandemi COVID-19 melanda, banyak orang menemukan peluang baru dari rumah. Jualan online meledak. Siapa pun bisa jadi penjual, dan siapa pun bisa untung. Tapi sekarang, situasinya sangat berbeda. Banyak penjual mengeluh: “Dulu bisa dapet orderan tiap hari, sekarang seminggu pun belum tentu ada yang checkout.” Kenapa bisa seperti itu?


Jawabannya sederhana tapi dalam: karena kita sudah masuk ke era pasca-pandemi, di mana pola belanja masyarakat berubah total.


Dulu: Semua Orang Belanja Online


Saat pembatasan sosial berlaku, belanja online jadi penyelamat. Barang kebutuhan rumah, makanan, perlengkapan anak, bahkan sayuran, semua bisa dibeli dari ponsel. Tak heran, banyak pelaku usaha offline yang pindah ke marketplace dan langsung panen cuan.


Platform seperti Shopee, Tokopedia, dan TikTok Shop bahkan memberikan subsidi besar-besaran: gratis ongkir, cashback, dan promosi tanpa batas. Ini membuat konsumen loyal dan penjual menikmati masa keemasan.


Sekarang: Ekonomi Lesu, Konsumen Lebih Hati-Hati


Kondisi ekonomi global dan nasional saat ini sedang tidak stabil. Inflasi, kenaikan harga bahan pokok, hingga pemutusan kerja menyebabkan daya beli menurun. Orang-orang tidak lagi belanja impulsif seperti saat pandemi.


Alih-alih checkout langsung, konsumen sekarang lebih suka “window shopping”. Mereka bandingkan harga dari banyak toko, cari review dulu, dan menunda pembelian hingga benar-benar perlu. Ini membuat konversi penjualan menurun drastis.


Kompetitor Semakin Banyak, Tapi Pembeli Tidak Bertambah


Sementara konsumen makin selektif, jumlah penjual justru makin banyak. Dari ibu rumah tangga, mahasiswa, hingga pensiunan, semua ikut meramaikan marketplace. Ini membuat persaingan semakin ketat, dan akhirnya memicu perang harga.


Ditambah lagi, platform marketplace kini mulai memberlakukan biaya komisi dan layanan tambahan yang menggerus margin penjual. Tidak ada lagi masa manis seperti dulu. Jika tidak punya strategi konten, promosi yang kuat, dan diferensiasi produk, sulit untuk bertahan.


Logistik Cepat, Tapi Ongkir Tidak Lagi Ditanggung


Kabar baiknya, layanan pengiriman kini lebih cepat dan beragam. Tapi sayangnya, subsidi ongkos kirim mulai dikurangi. Banyak penjual yang harus menanggung sebagian atau seluruh biaya kirim, sementara konsumen enggan bayar lebih.


Hal ini menyebabkan banyak penjual mengandalkan strategi diskon dan bundling. Tapi ingat, strategi harga murah bukan solusi jangka panjang. Yang bertahan justru adalah mereka yang punya value lebih: kualitas, layanan, dan branding.


Fenomena Rojali: Ramai Order, Tapi Cuma Liat-Liat


Di dunia offline, ada istilah baru: Rojali (Rombongan Jarang Beli). Ini menggambarkan kondisi toko yang ramai pengunjung tapi sepi transaksi. Fenomena serupa kini terjadi di marketplace. Banyak traffic, banyak klik, tapi minim pembelian.


Kalau kamu merasa “toko ramai tapi omzet sepi,” bisa jadi kamu sedang mengalami versi digital dari Rojali ini. Artinya, kamu perlu beradaptasi cepat dengan tren baru dan membenahi strategi jualan.


Kesimpulan: Jualan Online Hari Ini Butuh Lebih dari Sekadar Upload Produk


Di era pasca-pandemi ini, jualan online bukan lagi tentang siapa cepat dia dapat. Tapi siapa yang paling adaptif, kreatif, dan memberikan nilai tambah, itulah yang akan bertahan.


Mulai evaluasi kembali tokomu:

  • Apakah fotomu menarik dan jelas?
  • Apakah deskripsi produkmu meyakinkan?
  • Apakah kamu aktif membalas chat?
  • Apakah tokomu punya keunikan?

Jangan tunggu sampai benar-benar sepi. Era baru ini menuntut kita bukan hanya jualan, tapi menghadirkan pengalaman belanja yang menyenangkan.



Sumber Bacaan: